4:18 PM | Author: Alicia Komputer
PELAKSANAAN UPACARA PERKAWINAN ADAT BETAWI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Cipete Kec. Cilandak)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan berkeluarga terjadi lewat perkawinan yang sah, baik menurut hukum agama maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dari sini akan tercipta kehidupan yang harmonis, tentram, dan sejahtera lahir bathin yang didambakan oleh setiap insan yang normal.1

Perkawinan merupakan cara untuk memelihara dan melestarikan keturunan. Dalam Syari’at Islam Allah telah menetapkan aturan perkawinan yang merupakan tuntunan agama yang wajib dilaksanakan oleh semua umatNya. Bagi mereka yang melakukan perkawinan tidak berdasarkan ketentuan syari’at Islam, maka perkawinan akan mendapat murka Allah SWT.2

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon gholizon untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.3

Menurut BAB I pasal 1 Undang- undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dirumuskan pengertian perkawinan yang didalamnya tercantum tujuan perkawinan dengan rumusan “perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.4

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa, diantara samudera lautan teduh dan samudera Indonesia. Penduduk yang berdiam dan berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat budaya dan hukum adatnya. Namun demikian walaupun disana sini berbeda tetapi dikarenakan rumpun asalnya adalah satu yaitu bangsa melayu purba, maka walaupun berbeda-beda masih dapat ditarik persamaan dalam hal-hal yang pokok. Hampir disemua lingkungan masyarakat adat menenpatkan masalah perkawinan sebagai urusan keluarga dan mayarakat, perkawinan tidaklah semata-mata urusan pribadi yang melakukannya.

Adat istiadat perkawinan suatu daerah, selain memuat aturan-aturan dengan siapa seseorang boleh melakukan perkawinan, berisi tata cara dan tahapan yang harus dilalui oleh pasangan pengantin dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya sehingga perkawinan ini dapat pengabsahan dari masyarakat, tata cara rangkaian adat perkawinan itu terangkat dalam suatu rentetan kegiatan upacara perkawinan. Upacara itu sendiri diartikan sebagai tingkah laku resmi yang dibukukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi mempunyai kaitan dengan kepercayaan diluar kekuasaan manusia. oleh karena itu dalam setiap uacara perkawinan kedua mempelai ditampilkan secara istimewa, dilengkapi tata rias wajah, tata rias sanggul, serta tata rias busana yang lengkap dengan berbagai adat istadat sebelum perkawinan dan sesudahnya.

Tradisi perkawinan dikalangan masyarakat Betawi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap sebelum perkawinan, saat pelaksanaan perkawinan dan sesudah pelaksanaan perkawinan. Acara yang dilakukan sebelum perkawinan seperti peminangan. Peminangan dalam masyarakat Betawi dianggap sesuatu hal yang sangat penting, oleh karena itu harus melalui beberapa tahap yaitu: tahap ngelancong dan tahap ngelamar. Sedangkan yang dilakukan dalam acara pelaksanaan perkawinan terdiri dari akad nikah, seserahan, pesta perkawinan, malam negor, ngambil tiga hari, dan pesta dirumah pengantin laki-laki.

Dalam perkawinan adat Betawi, seseorang yang ingin mengawini seorang gadis harus menempuh cara-cara seperti diatas. Pada mulanya seorang laki-laki bertandang (ngelancong) kerumah gadis, apabila hal tersebut sudah berlangsung beberapa kali dan diketahui pihak wanita, maka pihak wanita memerintahkan agar pihak laki-laki datang untuk meminang atau ngelamar, tetapi ada pula peminangan tersebut timbul atas inisiatif pihak laki-laki. seberapa lama peminangan dilakukan, pihak laki-laki datang untuk menanyakan kapan acara seserahan dan pernikahan dilangsungkan, dalam acara seserahan tersebut ditanyakan adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam acara perkawinan, apabila ada, bentuk apakah syarat-syarat tersebut.

Biasaanya syarat-syarat yang terdapat dalam perkawinan masyarakat Betawi tidak terlepas dari dua macam yaitu berbentuk kudangan yaitu suatu ucapan atau janji orang tua wanita terhadap anaknya (mempelai wanita) ketika wanita tersebut masih kecil, untuk memberikan sesuatu (bisaanya berbentuk benda) kepadanya apabila ia ada jodoh (kawin) nanti. Bentuk yang lainnya adalah berbentuk barang pelangkah bagi wanita yang masih mempunyai kakak yang belum menikah.

Pada saat acara lamaran calon mempelai wanita diberikan uang sembah sebagai tanda bahwa orang tua mempelai laki-laki menerima pilihan anaknya. Dan ketika pelaksanaan akad nikah para besan dari pihak mempelai laki-laki membawa seserahan yang didalamnya terdapat roti buaya yang merupakan ciri atau tradisi dari perkawinan adat Betawi dan pemberiam ayam kiras pada malam negor.

Cipete adalah salah satu kelurahan dari 5 (lima) kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Cilandak Kota Madya Jakarta Selatan.Cipete merupakan daerah yang kembar yaitu Cipete selatan dan Cipete Utara, oleh karena itu penulis membatasi penelitian hanya di Cipete selatan saja. Penduduknya mayoritas beragama Islam dengan sarana keagamaan yang mendukung. Masyarakat asli Cipete selatan lebih dikenal dengan masyarakat Betawi.

Oleh karena itu menarik untuk diteliti apakah hukum dari pemberian kudangan, dampak positif dan negatif dari pemberian tersebut dan bagaimana persfektif hukum Islam tehadap pemberian uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor. Inilah yang menarik bagi penulis untuk menjadikan kajian dalam skripsi dengan judul:” PELAKSANAAN UPACARA PERKAWINAN ADAT BETAWI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, (Study Kasus Cipete Selatan Kec. Cilandak Jakarta Selatan)”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini penulis ingin mengetengahkan suatu yang telah ada dalam masyarakat ini, yaitu suatu yang boleh dikatakan tradisi/ ciri khas dari perkawinan adapt Betawi yang hidup dalam konteks masyarakat, sehingga hal ini dipandang perlu adanya ketegasan mengenai kejadian tersebut secara agama dalam hal ini hukum Islam.

Berdasarkan latar belakang dan pembatasam masalah diatas, maka penulis merumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum pelaksanaan upacara perkawinan di Cipete terhadap pemberian kudangan

2. Apa dampak positif dan negatif dari pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor.

3. Bagaimana persfektif hukum Islam terhadap pemberian uang sembah, roti buaya, dan ayam kiras pada malam negor.

C. Tujuan penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana hukum pelaksanaan upacara perkawinan di Cipete terhadap pemberian kudangan

2. Untuk mengetahui Dampak positif dan negatif, dari pemberian kudangan, roti buaya, uang sembah dan ayam kiras pada malam negor

3. Untuk mengetahui bagaimana perspektif hukum islam dari pemberian roti buaya, uang sembah, ayam kiras pada malam negor.

D. Metode Penulisan

Untuk terciptanya sasaran yang menjadi tujuan penulis , skripsi ini maka digunakan dua metode:

Riset Kepustakaan (Library reseach)

Yaitu dengan cara mengumpulkan dan membaca bahan-bahan dari buku, artikel, majalah, dan bahan informasi lainnya yang berhubungan masalah yang sedang penulis bahas.

Riset Lapangan (Field Reseach)

Riset lapangan adalah mengadakan penelitian secara langsung di Cipete selatan Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif yaitu penelitian atau penyelidikan yang bertujuan pada pemacahan masalah yang ada pada perkawinan adat Betawi, Adapun ciri-ciri metode ini diataranya:

Metode ini dimaksudkan untuk melihat tradisi perkawinan pada masyarakat Cipete selatan yang berlaku sekarang ini.

Sumber Data Untuk mempermudah pengumpulan data, maka penulis menentukan responden untuk dijadikan sumber data, karena pendekatannya kualitatif. Dalam hal ini yang dijadikan sumber data primer lima suami istri yang melaksanakan perkawinan. adapun yang dijadikan sumber data sekunder adalah:

Bapak. DRS. Hasanudin, sebagai lurah Cipete Selatan

Bapak Ust. K.H. Nur’ali Hamim, Sebagai Ulama setempat

Bapak H. Sobari sebagai masyarakat cipete

Ibu HJ. Zurkoh sebagai masyarakat cipete

Teknik pengumpulan data yng digunakan penelitian ini adalah:

Analisis data untuk menganalisis data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Dalam teknis penulisan skripsi ini penulis ber pedoma pada buku pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Diterbitkan oleh PT Hikmah Syahid Indah tahun 2000, dan seluruh pengutipan ayat-ayat Al-Qur’an tidak diberi catatan kaki yang diambil dari Al- Qur’an dan terjemahannya Depag RI, Jakarta, 1989.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skrupsi ini terdiri dari lima Bab, yang masing-masing Bab memiliki sub bab, secara keseluruhan meliputi sebagai berikut:

BAb I. Merupakan Bab pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub Bab meliputi: Latar Belakang Masalah, Perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, Metode penulisan, Sistematika penulisan.

Bab II. Memaparkan tentang perkawinan Perspektif hukum Islam. Bab ini meliputi: Pengertian dan dasar hukum perkawinan, Syarat dan rukun perkawinan, Segi-segi ta’abud dalam pemberian mahar dan harta bawaan, hikmah dan hukum upacara perkawinan.

Bab III. Menguraikan bahasan tentang adat upacara perkawinan Betawi. bab ini memuat pengertian upacara adat, perkawinan sebagai bagian dari adat Betawi, mekanisme pelaksanaan perkawinan adat Betawi.

Bab IV. Menguraikan bahasan perspektif hukum Islam tentang pelaksanaan upacara perkawinan adat Betawi di Cipete selatan jakarta selatan. Bab ini memuat: kondisi objektef Cipete selatan, hukum pemberian kudangan, hukum, tujuan dan maksud dari pemberian roti buaya, uang sembah, ayam kiras pada malam negor, dampak positif dan negatif dari pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor.

Bab V adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalan bab ini, penulis membuat kesimpulan-kesimpulan atas masalah yang telah dibahas dan mengemukakan saran sebagai solusi dari permasalahan.

1 Zuhdi Muhdhor, Memahami hukum perkawinan, (Bandung:AL Bayan,1994), Cet. ke-1, h. 14

2 Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta:PT Hadikarya Agung, 1985), h. 21

3 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Penerbit Humaniora Utama press, h. 18

4 Undang-undang perkawinan, Departemen Agama RI: 1996, h 2


BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Perkawinan

Nikah atau ziwaj dalam bahasa arab diartikan dengan “kawin”. Nikah menurut bahasa adalah “bergabung”dan “berkumpul” dipergunakan juga dengan arti “watha” atau “akad nikah”, tetapi kebanyakan pemakaiannya untuk akad nikah,[1] Sebab akad adalah bolehnya bersenggama.

Sedangkan nikah secara istilah terdapat perbedaan diantaranya yaitu:[i]
النكاح بأنه عقد يفيد ملك المتعة قصدا

1.Golongan Hanafiyah mendefinisikan nikah sebagai:

Artinya: “Nikah itu adalah akad yang berfaidah memiliki, bersenang-senang dengan sengaja”

2. Golongan As-Syafiiyah mendefinisikan nikah sebagai:
النكاح بأنه عقد يتضمن ملك وطئ بلفظ انكاح او تزويج او معناهما

Artinya: “Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha dengan lafaz nikah atau tazwij yang semakna dengan keduanya”

3..Golongan Malikiyah mendefinisikan nikah sebagai:
النكاح بأنه عقد على مجرد متعة التلذذ بأدمية غير موجب فيمتها بجينة

Artinya: Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha bersenang-senangdan menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya”.

4. Golongan Hanabilah mendefinisikan nikah sebagai:
هوعقد بلفظ انكاح او تزويج على منفعة الامستماع

Artinya: ”Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau tajwiz guna membolehkan manfaat, bersenang-sengang dengan wanita”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan para ulama zaman dahulu, memandang nikah hanya dari satu segi saja yaitu kebolehan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk berhubungan yang semula dilarang. Mereka tidak memperhatikan tujuan, akibat nikah tersebut terhadap hak dan kewajiban suami-istri yang timbul.[2]

Para Ulama Mutaakhirin dalam mendefinisikan nikah dengan memasukan unsur hak dan kewajiban suami-istri kedalam pengertian nikah, Muhammad Abduh Asrsh mendefinisikan nikah sebagai:

“Nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga ( suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong serta memberi batas hakekat bagi pemiliknya dan pemenuhan kebutuhan masung-masing”.[3]

Dari pengertian ini berarti perkawinan mengandung akibat hukun yaitu saling mendapat hak dan kewajiban. Serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong. Oleh karena itu perkawinan termasuk syari’at agama.

“Perkawinan menurut Islam adalah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang pria dengan seorang wanita membentukkeluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tentram, bahagia dan kekal.[4]

Arti “perkawinan” menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 1 dikatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain itu perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sebab perkawinan itu tidal hanya menyangkut wanita dan pria yang bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua. Kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dengan tidak mengesampingkan unsur-unsur yang terlibatdalam lingkupnya, karena satu sama lain saling ikut melengkapidemi terciptanya kekarmonisan hidup.

Oleh karena peristiwa perkawinan mempunyai arti yang begitu penting, makam pelaksanaannya senantiasa dimulai dan seterusnya disertai dengan berbagai upacara lengkap dengan adat Istiadat yang ada dilingkungan tersebut.[5]

B. Dasar Hukumnya

Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an

QS Ar-Rum: 21

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah. Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS: Ar-rum)

QS An- Nahl: 72

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ.

Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?"

Selain dalam kitabullah, terdapat banyak hadits dari Rasulullah SAW. Yang menjelaskan lebih lanjut tentang perkawinan dalam Islam

عن عبد الله قال كان مع النبي صلى الله عليه وسلم شبابا لا نجى شيئا يا معشر الشباب من ستطاع الباء فليتزوج فانه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فانه له وجاء[1]

Artinya: ”Dari Abdullah r.a berkata: Di zaman Rasulullah S A W. Kami ini adalah pemuda yang tedak memiliki apa-apa, Rasulullah S A W bersabda kepada kami:” wahai pemuda, barang siapa yang telah mampu diantara kamu untuk menikah, maka hendaklah menikah karena akan menundukkan pandanganmu dengan memelihara kehormatanmu, tetapi jika tidak sanggup untuk kawin maka berpuasalah, karena puasa itu merupakan tameng bagimu”.

أحمد بن الازهر حدثنا آدم حدثنا عيسى بن ميمون القاسم عن عائشة قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم النكاح من سنتى فمن لم يعمل بسنتى فليس منى [1]

Artinya: “Dari Amad Ibn Azhar berkata Adam: telah berkata I’sa ibnu Maimun tentang Qosim dari Aisyah berkata: telah bersabda Rasolullah S A W nikah merupakan sebagian dari sunnahku, maka barang siapa yang tidak mengerjakan sunnahku maka mereka bukan termasuk golonganku”.

C. Syarat- Syarat perkawinan dan rukun perkawinan

Berbicara mengenai hukum perkawinan sebenarnya kita membicarakan berbagai aspek kehidupan masyarakat, bahwa bentuk masyaraaakat ditentukan atau sekurang-kurangnya banyak dipengaruhi oleh bentuk dan sistem perkawinan, sebelum kita membicarakan syarat dan rukun perkawinan tersebut alangkah lebih baik kita melihat perkawinan dari tiga sudut,yaitu:

Pertama, dari sudut hukum, perkawinan merupakan suatu perjanjian antaraa pria dan wanita aaagar dapat melakukan hubungan kelamin secara sah dalam waktu yang tidak tertentu[6] (lama, kekal, abadi) kedua, Dari sudut agama perkawinan itu dianggap sebagai suatu lembaga yang suci diman antara suami istri agar hidup tentram, saling mencintai, santun menyantuni dan kasih mengasihi antara satu terhadap yang lain dengan tujuan mengembangkan keturunan.[7] Pekawinan adalah suatu jalan yang halal untuk melanjutkan keturunan dan dengan perkawinan itu akan terpelihara agama, sopanan dan kehormatan. Banyak penyakit jiwa yang sembuh setalah melakukan perkawinan umpamanya penyakit kurang darah (anemia), dengan demikian perkawinan dapat menimbulkan keunggulan, keberanian dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat dan negara. Perkawinan juga dapat memperhubungkan silaturrahmi, persaudaraan dan kebiraan daam menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan sosial. Ketiga, dari sudut kemasyarakatan bahwa orang-orang telah kawin atau berkeluarga telah memenuhi salah satu bagian syarat dari kehendak masyarakat, serta mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih dihargai dari mereka yang belum kawin.[8]

Adapun syarat. dan rukun perkawinan tersebut sebagai berikut:

1. Ada calon pengantin pria dan wanita, yang pria benar-benar pria dan yang wanita benar-benarwanita. Adanya calon pengantin pria dan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita adlah satu hal yang logis atau rasional, sebab tanpa adanya salah satu calon pengantin tersebut maka sudah barang tentu perkawinan tidak dapat dilangsungkan.

2. Calon pengantin pria dan wanita sudah aqil baligh. Sehat rohani dan jasmani. Kedua calon baik pria maupun wanita harus Islam, sesuai menurut Al-Qur’an surah XI ayat 221 dan pengecualian dalam Al- Qur’an surah X ayat 5 yang membolehkan pria Islam kawin dengan wanita non Islam dari golongan ahli kitab.

3. Harus adanya pesetujuan bebas antar calon pengantin pria dengan pengantin wanita tidak ada paksaan dari manapun datangnya, sesuai dengan hadits Rasul diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa mengatakan bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang pria padahal ia tidak suka, malah disuruh oleh Rasul kepada wanita itu salah satu dari dua alternative tetap sebagai istri atau minta cerai.

4. Harus ada wali nikah bagi pihak calon pengantin wanita. Menurut imam Syafi’i tidak sah nikah seorang wanita tanpa wali,namun sebagai unsur akad nikah tidak selalu pada mempelai perempuan, walaupun hampir semua akad nikah yang dipraktekan dalam masyarakat penentuan wali sebagai unsur akadnya selalu untuk mempelai perempuan saja. Jadi penentuan wali untuk mempelai laki-laki jarang terjadi.

5. Harus ada sekurang kurangnya dua orang saksi. Hal ini sangat penting untuk kemaslahatan kedua belah pihak, apabila ada tuduhan melakukan perzinahan dan sebagainya, maka dengan mudah kedua kedua belah pihak dapat mengemukakan saksi bahwa mereka sebenarnyan telah melakukan perkawinan (nikah), maka para fuqaha sepakat bahwa saksi dalam majlis akad tidak bisa diabaikan dalam arti bahwa saksi menjadi bagian penting dari akad tersebut.

6. Ijab dan Qobul,

Meskipun pembicaraan mengenai ijab qobul diletakan pada urutan akhir namun kedudukan ijab qobul itu sendiri sebagai unsur akad nikah sangatlah sentral dan mendominasi. Bahkan menurut Abu Hanifah unsur-unsur selain ijab qobul merupakan konsekwensi logis berhubungan adanya ijab qobul.

D. Hikmah disyari’atkan perkawianan

1. Perkawinan demi kelangsungan hidup manusia

Allah SWT menjadikan kelangsungan hidup manusia ini tergantung pada hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dan setiap manusia di beri oleh allah dorongan nafsu syahwat untuk menjaga kelangsungan keturunana hidup manusia, sekiranya tidak adanya dorongan seks yang perpaduan pada diri tiap-tiap manusia. Tidak ada yang mendorong untuk hidup bersama-sama untuk hidup bersama-sama dengan lawan jenisnya, tetapi allah swt yang maha bijaksana dan maha mengetahui mengikat antara laki-laki dengan perempuan dengan ikatan kasih sayang, baik laki-laki maupun perempuan supaya memakmurkan dunia ini dengan anak cucu yang saleh [9]sebagai mana firman allah yang berbunyi : Qs Ar-Rum : 21

2. Perkawinan sebagai anugrah Allah SWT

Kecintaan manusia tehadap lawan jenisnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah SWT. Sekaligus menunjukan keesaan-Nya dalam wujud-Nya. Dalam perkawinan itu Allah telah memberikan anugrah kepada manusia yang mulia yang diciptakan oleh dari tanah sebagai mana laki-laki. Dia adalah bagian dari laki-laki yang berkedudukan sama dalam kemuliaan dan kemanuiaannya, sehingga dengan keberadaannya timbul rasa kasih sayang.

Seandainya tidak ada nikmat atau anugrah kasih sayang ini, tentu seorang laki-laki tidak mengakui perempuan. Tetapi Allah dengan kekuasaan dan samudra rahmat-Nya menanamkan rasa cinta kasih ini, yakni cinta kasih suami kepada istrinya dan istri kepada suaminya, mak kalau istrinya sakit ia juga kan merasakan sakit dan apa yang menyanangkan istrinya juga menyenangkannya. Cinta kasih seorang suami ini kan dibalas oleh istrinya dan kasih pula.[10]

3. Pernikahan sebagai ibadah

Pernikahan dalam pandangan Islam adalah ibadah, orang mukmin yang melaksanakannya mendapatkan pahala, selama niatnya ikhlas dan bertujuan menjaga diri dari perbuatan haram (zina), dan tidak didorong oleh napsu birahi semata. Itulah tujuan perkawinan yang asasi, tidak ada tujuan yang paling mulia dari tujuan ini.

Itulah is;lam agama yang mengangkat kenikmata birahi ke martabat yang tinggi dan suci, yang menjadikan suatu kebiasaan sebagai ibadah.

E. Segi-segi ta’abud dalam pemberian mahar dan harta bawaan

Mahar atau Sadaq dalam hukum perkawinan Islam merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Hukum pemberian mahar adalah wajib, sedangkan mahar secara etimologi berarti mas kawin, pengertian mahar menurut istilah ilmu fiqh adalah pemberian yang wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketelusan hati calon suami, untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberi hak kepadanya, diantaranya adalah hak untuk menerima mahar. Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan istri.

Allah SWT. Berfirman : QS An-nisa Ayat 4

a. Syarat-syarat mahar

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Harta bendanya berharga

2. Barang suci dan bisa diambil manfaat

3. Barangnya bukan barang gasab

4. Bukan barang yang tidak jelas keadaanya

Pernikahan adalah perjanjian perjanjian yang sangat kokoh diantara suami dan istri, diman masing-masing dari keduanya mempunyai beberapa hak dan kewajiban terhadap yang lainnya. Dimana-masing - masing dari keduanya mempunyai beberapa hak dan kewajiban terhadap yang lainnya.

Islam telah mmberikan pedoman bahwa mahar adalah suatu lambang bukan harga dan menunjukan agar tidak berlebihan didalannya, sebab mahar bukan lah tujuan. Rasulullah S A W adalah contoh keteladanan tertinggi dan memberikan suri taulan tertinggi bagi umatnya dalam hal ini agar menjadi tradisi yang baik ditengah masyarakat dan mereka tidak salah didalam mmandang hakekat permasalahan serta mengambil cara-cara yang sederhana sesuai dengan tuntunan Islam.

Mahar menurut Islam bukan lah dilihat dari wujudnya, bukan pula sebagai pengukur harga wanita, melainkan yang disyari’atkan adalah menyederhanakan mahar dan tidak berlebihan didalamnya sebagaimana yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits :

Artinya : mahar yang paling baik adalah mahar yang paling sederhana

Hikmah larangan berlebihan dalam hal mahar diantaranya adalah : memberi kemudahan dalam perkawinan , dengan demikaian dapat mengurangi penyelewengan seksual, kerusakan moral dan sosial. Mahar hanyalah sebgai simbol bukanlah harga barang, dan kebahagiaan rumah tangga tidaklah terletak kepada kemewahan dan berlebihan dalam mahar.

Dampak negatif dari berlebihan dalam dalam mahar diantaranya adalah :

1. Munculnya kelompok muda yang tidak mampu secara materi untuk melaksanankan kewajibannya berumah tangga dan pada gilirannya juga kelompok pemudi yang hidup tanpa suami. Dengan demikian dapat menimbulkan dampak social yang berbahaya sebab kebutuhan biologis mereka tidak dapat terpenuhi.

Secara psikologis para pemuda dan pemudi yang tidak menikah akan mengalami depresi tekanan jiwa dan mental mereka menjadi labil.

2. Keretakan hubungan antara orang tua dan anak-anaknya dapat timbul akibat dari tekanan mental.

3. Wali pihak perempuan dapat mengeksploitasi anak perempuan untuk tujuan materi dan menolak mengawinkan putrinya dengan laki-laki yang lebih baik dan memenuhi syarat agama tetapi tidak memenuhi harapan wali tersebut karena alasan yang bersifat materi. Sehingga karena mengacu kepada pertimbangan materi, lelaki bermoral rendah dengan tidak memenuhi persyaratan agama diterima karena semata–mata pertimbangan materi.

Adapun hikmah yang terkandung dalam pemberian mahar itu hendaknya menerima dengan senang hati kepemimpinan kaum pria atas dirinya, dan dengan adanya pemberian mahar dari pihak laki-laki itu merupakan suatu penghargaan atas martabat kaum wanita.[1]

Untuk tanda putih hatidan kebulatan tekad.

Untuk mempersiapkan diri bagi istri dalam menghadapi perkawinan.

Untuh menjadi kekayaan sendiri bagi istri sebagai tambahan dari kekayaan yang diberi orang tuanya. Kelak dengan kekayaan itu sang istri mungkin dapat memelihara kemerdekaan dirinya terhadap hal-hal yang mungkin timbul dari suami.

Sebagai menuruti sunnah Rasulullah.

Menurut Mahmud Yunus mengemukakan pendapatnya hikmah adanya mas kawin adalah sebagai bukti cintanya calon suami mengorbankan hartanya untuk diberikan kepada istrinya sebagai tanda suci dan kebulatan tekad serta sebagai pendahuluan, bahwa suami akan terus menerus memberikan nafkah kepada istrinya. Hal ini memang merupakan suatu kewajiban suami terhadap istri.

Hingga dewasa ini masih terdapat dua macam mas kawin, yang pada hakikatnya satu yaitu mas kawin yang hanya sekedar simboli dan mas kawin yang “terselubung”. Mas kawin yang sifatnya sibbolik formalitas biasanya diwidkan dalam pemberian kitab sici Al- Qu’an, sajadah, dan lain sebagainya. Sedang kan mas kawin “terselubung” ialah yang lazim disebut dengan istilah “hantaran” atau “tukon”(dalam bahasa jawa). Yaitu: berupa uang atau barang yang nilainya disetujui oleh keluarga calon istri. Mas kawin terselubung itu tidak diijab kabulkan dalam upacara akad nikah dan tidak ada yang mengetahui selain pihak-pihak yang bersangkutan sendiri, yaitu keluarga atau mempelai dan keluarga mempelai pria.

Barang bawaan yaitu segala perabot yang dipersiapkan oleh istri atau keluarganya sebagai peralatan rumah tangga nanti bersama suaminya. Menurut adat, yang menyediakan perabot seperti ini adalah istri dan keluarganya.

Nasa’i meriwayatkan: dari Ali bahwa ia berkata

Rasulullah memberi barang bawaan kepada fatimah berupa pakaian, kantong tempat air terbuat dari kulit, bantal yang beranda (Fiqh sunnah 7 h. 75)

[1]. Peunoh, Daly, Hukum perkawinan islam suatu studi perbandingan dikalangan Ahlus sunnah Dan Negara-negara islami (Malaysia: Thinkers library, 1969), h. 104

[2]. Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, ( Semarang: Dina Utama, 1993), h. 3

[3]. Ibid, h.3

[4] . A. Zuhdi Muhdlur, Hukum Perkawinan, ( Al- Bayan, 1997), Cet Ke-1, h.

[5]. Surojo Nigo Jodipuro, SH. Pengantar Dan Azaz-azaz Hukum Adat, ( Jakarta: CV Haji Masagung, 1987),

[6]. Nazwar Syamsu, Al-Qur’an Tentang Manusia dan Masyarakat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), Cet. Kw-1, h. 159

[7]. Ibid, h. 159

[8]. Ibid, h.106

[9]. Muhammad Ali Ah- Shabuni, Pernikahan Dini yang Islami, ( Jakarta: Pustaka Imani, 1996), Cet. Ke. 1, H. 1-2

[10]. Ibid h.2


BAB III
PELAKSANAAN UPACARA PERKAWINAN ADAT BETAWI

Upacara perkawinan sebagai bagian adat Betawi

Adat istiadat perkawinan suatu daerah, selain memuat aturan dengan siapa seseorang boleh melakukan perkawinan, berisi tata cara dan tahapan yang harus dilalui oleh pasangan pengantin dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya sehingga perkawinan ini mendapat pengabsahan dimasyarakat, tata cara rangkaian adat istiadat perkawinan itu terangkai dalam suatu rentetan kegiatan upacara perkawinan.

Upacara itu sendiri dilakukan sebagai tingkah laku resmi yang di bukukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak di tujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi mempunyai tujuan dengan kepercayaan di luar kekuasaan manusia. Oleh karena itu di setiap upacara perkawinan, kedua mempelai di tampilkan secara istimewa,dilengkapi dengan tata rias wajah,tata rias sanggul, serta tata rias busana yang lengkap dengan berbagai adat istiadat sebelum perkawinannya dan sesudahnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa upacara adalah peralatan (menurut adat istiadat) rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama. Sedangkan upacara adat adalah upacara yang berhubungan dengan adat suatu masyarat [1]

Perkawinan salah satu sunahtullah yang umum berlaku pada semua mahluk tuhan baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan, perkawinan suatu cara yang dipilih allah sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak untuk kelestariaan hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Dan perkawinan merupakan konsepsi hukum yang pada dasarnya mempunyai tujuan.

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadianya membantu dan mencapai kesejahteraan materil dan spiritual.( Ahmad Rofoq, Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-1, h 56

Dalam undang-undang perkawinan menganut prunsip bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan perkawinan secara baik tanpa berfikir pada perceraian, dan mendapat keturunanyang baik dan sehat.

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan atau aqad yang sangat kuat, untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya adalah ibadah. Perkawinan juga bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Dari segi bahasa dari segi bahasa perkataan adat mengandung arti “aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala”.( W.J.S Poerdarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h 6) Adat berasal dari kata (adah), sinonim dengan kata urf. Dalam bahasa arab adah berarti kebiasaan, adat atau praktek sehari-hari, adat biasanya didefinisikaan sebagai kebiasaan suatu tempat yang mengatur interaksi anggota masyarakat tertentu. Dalam metodelogi hukum Islam (ushul fiqh) adat diterima sebagai salah satu sumber hukum Islam yang dikembangkan dari akal fikiran (ra’y) disamping qiyas, istihsan, dan istislah. Dalam kata lain, hukum adat mempunyai tempat dalam kata lain, hukum adat mempunyai tempat dalam hukum Islam sepanjang tidak bertentangan dengan sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Al- Hadits.

Teori Receptie mengatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat, hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi sedangkan norma hukum Islam telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Menurut teori Receptie of contrario secara harfiah berarti lawan dari Receptie mengatakan bahwa hukum adat berlaku pada orang Islam kalau hukum adat itu tidak dengan agama Islam.

Dalam teori Receptie, hukum Islam tidak dapat diberlakukan jika bertentangan dengan hukum adat. (Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: LPPM, 1995), h 135

Para fuqaha mengkualifikasikan peran adat tesebut berbagai macam persaratan agar falid menjadi bagian dari hukum Islam.( Ratno lukito Op. Cit h 25)

Adat harus secara umum dipraktikkan oleh anggota masyarakat jika adat tersebut dikenal secara umum oleh semua lapisan masyarakat, atau adat dipraktekan oleh sebagian kelompok jika adat tersebut hanya bersifat umum untuk kelompok masyarakat tertentu.

Adat harus berupa suatu kebiasan yang sedang berjalan dengan masyarakat pada waktu adat akan dijadikan hukum.

Adat harus dipandang tidak sah ab intio jika adat tesebut bertentangan dengan kententuan yang ekspilit dari Al- Alqur’an dan Al- Hadits.

Adat akan dipakai hanya ketika tidak ada penolakan yang ekspilit sifatnya untuk menggunakan adat dari salah satu pihak yang terjadi.

Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri untuk maksud mendapat keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan juga dari pihak suami. Terjadinya perkawinan, berarti berartinya berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan yang rukun dan damai. ( hilman hadi kusuma, hukum perkawinan adat, bandung, pt mandar maju, 1994 ), h 70

Pembentukan keluarga dalam konsep Islam bermula dari terciptanya hubungan suci antara seorang pria dan seorang wanita melalui pernikahan yang halal, sesuai dengan rukun dan syari’at pernikahan, baik rukun dan syarat menurut hukum Islam maupun dari hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Oleh karena itu, pasangan suami istri merupakan unsur yang utama dalam keluarga.

Dalam hukum Islam posisi adat atau urf sangatlah penting. Adat tidaklah hanya dianggap sebagai sesuatu yang menyatu dalam kehidupan masyarakat sehingga harus dihormati, tetapi juga merupakan suatu potensi yang besar dalam proses pengembangan hukum Islam ketika tidak dapat di temukan didalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber hukum Islam, dalam menetapkan suatu masalah.

Para fuqaha sependapat bahwa urf secara umum merupakan suatu dalil umtuk mengetahi hukum fiqh apabila tidak memperoleh hukum nash, baik dari kitabullah maupun dari sunah rasulullah. Bahkan sudah berlaku secara umum dikalangan ulam fiqh, bahwa adat atau urf sangatlah penting, sehingga mereka menetapkan suatu kaedah :

Artinya: Adat itu dapat dijadikan dasar hukum.

Bahwa dalam pandangan Islam tatacara seperti apa pun tidak menyimpang dari ajaran Islam dan tidak memperbratkan kedua mempelai serta memberikan mafaat diperbolehkan saja, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hasby ashshidieqy, bahwa tata cara boleh digunakan bahkan dapat dijadikan sumber hukum dengan syarat sebagai berikut.

Urf itu tidak bertentangan dengan nash yang tegas

Bila adat itu telah menjadi adat yang terus menerus berlaku dan berkembang dalam masyarakat.

Urf itu merupakan urf yang umum, karena hukum tidak dapat diterapkan dalam urf yang khos.

Didalam hampir semua masyarakat manusia , hidup individu dibagi oleh adat masyarakatt adatnya kedalam tingkat-tingkat tertentu. Tingkat-tingkat sepanjang hidup individu yang didalam buku antropologi di sebut ``stages along the life``. hal itu dilakukan sejak berakhirnya, sampai masa penyiapan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pubertas, masa waktu menikah, masa hamil, masa tua dan sebagainya. Pada saat peralihan individu itu beralih dari suatu tingkat hidup ke tingkat kehidupan yang lainnya, biasanya diadakan suatu pesta atau upacara-upacara saat peralihan itu.

Adat perkawinan Betawi merupakan sebagian dari adat istiadat dari masyarakat Betawi dimana ( seperti dikatakan di atas ) merupakan sebagian dari lingkungan hidup manusia yang dialami semasa hidupnya. Proses lembaga perkawinan ini juga terikat pada suatu hukum tertentu yang berlaku pada tersebut, dan merupakan adat kebiasaan atau tradisi-tradisi, yang dilakukan berupa upacara-upacara resmi yang melibatkan sekalian orang yang mengakui calon suami istri itu sebagai anggota masyarakat. Didalam ajaran agam Islam dikatakan bahwa perkawinan ini merupakan sunah Nabi S A W yang patut di contoh mahluk manusia, dan ini harus menuruti hukum – hukum syari’at seperti yang sudah digariskan dalam hukum perkawinan ( budiman, 1979 : 21 )

Dalam upacara perkawinan terdapat acara – acara pokok dan acara – acara pelengkap yang bertalian dengan tradisi atau adat kebiasaan. Yang pertama seperti akad nikah dan walimah, sudah cukup dimaklumi, sedangkan yang kedua, kebanyakan bertalian dengan adat yang dapat dikaitkan dengan urf.

Urf atau adat kebiasaan ialah apa – apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan ters menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan. Urf sahin ( benar) ialah adat kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertentangan dengan dalil masyarakat, tiada menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib. Misalnya adat kebiasaan yang berlaku dalam adat pembayaran mahar, secara kontan atau hutang, adat kebiasaan melamar seorang wanita dengan memberikan suatu hadiah, bukan sebagai mahar, atau sebagainya. (Ahmad Hanafi, 1986:89)

Karena apa yang telah dibiasakan dan dijalankan oleh orang banyak adalah menjadi kebutuhan dan menjadi maslahat yang diperlukan. Selama kebiasaan tersebut tidak berlawanan dengan syari’at, haruslah dipelihara, syaroat sendiri memelihara adat kebiasaan orang arab yang baik dalam menetapkan hukum. Misalnya syari’at menetapkan adanya kafa’ah dalam perkawinan, mewajibkan membayar denda sebagai ganti rugi hukum qishash, bila sipembunuh tidak dituntut oleh keluaga orang yang terbunuh untuk dijatuhi hukum qishash.

Atas itulah para ulama ahli ushul membuat kaidah ‘al-adatu muhakkamah” (adat itu merupakan syari’at yang ditetapkan sebagai hukum) (Mukhtar yahya, 1986:)

Dengan demikian maka agamalah yang menentukan adat , adat yang tidak bertentangan dengan agama dan tidak menimbulkan bahaya yang tidak dikehendaki agama maka adat dapat diberi hak hiduo dan diperbolehkan, sebaliknya adat yang bertentangan dengan salah satu hukum Islam serta dapat menimbukan bahaya yang tidak dikehendaki agama maka harga tersebut tidak diperbolehkan oleh agama dan ditentangnya(mahmoud syaltout, 1973,163-165)

Kata walimah diambila dari bahasa arab yang berarti berkumpul, karena banyak manusia yang berkumpul untuk mengahadiri suatu jamuan.walimah dapat pula melaksanakan suatu jamuan makan sebagai pencetusan tanda gembira atau lainnya. Tetapi bisaanya kalau menyebut walimah, maksudnya adalah walimatul ‘ursyi artinya perayaan pernikahan.[1]

Yang dimaksud dengan walimah ialah perhelatan yang dilaksanakan dalam langkah mengumumkan, menyemarakan dan menghormati kedua mempelai[1]

Menurut syaid sabiq, walimah diambil dari kata walama yang arti harfiah nya berkumpul, oleh karena pada waktu itu berkumpul suami istri dalam arti istilah berarti jamuan khusus diadakan pesta perkawinan atau setiap jamuan untuk pesta lainnya.

Pada dasarnya walimah adalah suatu pengumuman kepada masyarakat telah bahwa telah dilakukan ikatan perkawinan secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagaimana ditetapkan dalam syari’at Islam.

Setiap orang yang hendak melaksanakan perkawinan selalu disertai dengan kenduri, yakni dengan menyediakan berupa aneka menu sebagai hidangan bagi para tamu yang di undang datang berkunjung baik dari family, tetangga dekat maupun jauh serta para handai tolan yang lainnya inilah yang disebut dengan istilah walimah.

Dalam agama Islam yang dibawa Nabi Muhamad S A W, walimah merupakan sunah agama yang dilaksanakan bila orang Islam mengadakan perkawinan. Pada zaman Rasulullah ketika Abdurahman bin Auf memberitakan, bahwa ia sudah mengawinkan seorang wanita

Sebagai perwujudan rasa syukur kepada tuhan dan ungkapan rasa gembira, ketika itu walimah sudah dianggap sempurna dengan hanya memotong seekor kambing bagi yang mampu. Akan tetapi tidak ditentukan batas minimal dan maksimal untuk melaksanakan walimah bagi orang yang hendak melaksanakan perkawinan tergantung kemampuan dan serta adat istiadat mereka. Hanya saja, bagaimanapun pelaksanaannya haruslah berperinsip sesederhana mungkin dan tidak menunjukan sikap pemborosan angkuh dan membanggakan diri.

Maka dapatlah kita lihat sekarang ini bentuk-bentuk dan cara walimah perkawinan yang beraneka, masing-masing orang mempunyai cara sendiri dan masing-masing daerah menurut adatnya yang berbeda antara yang satu dengan yang lain ada biaya walimah ditanggung sendiri dari kedua mempelai dan ada juga yang di biayai atas dasar gotong royong.

Langkah-langkah sebelum nikah

Adat perkawinan suatu daerah, selain memuat aturan-aturan dengan siapa seseorang boleh melakukan perkawinan, berisi tata cara dan tahapan-tahapan yang haru dilalui oleh pasangan pengantin dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya sehingga perkawinan tersebut mendapat pengabsahan di masyarakat, tata cara, rangkaian adat istiadat perkawinan itu terangkai dalam suatu rentetan kegiatan upacara perkawinan.(DEP DIK BU, 1993: 43)

Upacara itu sendiri diarttikan sebagai tingkah laku resmi yang dibakukan untuk peristiwa- peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi mempunyai kaitan diluar kekuasaan manusia (Dep dik bud, 1993: 43)

Pada masyarakat dan budaya Betawi, beranggapan bahwa perkawinan mempunyai tujuan mulia yang wajib dipenuhi oleh setiap rga masyarakat untuk itu. Orang Betawi yang mayoritasnya memeluk agama Islam, yakin bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah (petunjuk lewat perkataan atau perbuatan) Nabi Muhammad S A W bagi ummatnya, sehingga dapat dipandang sebagai suatu perintah agama untuk melengkapi norma-norma kehidupan manusia sebagai mahluk social dan ciptaan tuhan yang mulia.

Alasan keagamaan yang mereka kemukakan diatas, menyebabkan orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah dilembagakan. Ketentuan –ketentuan adat perkawinan tersebut diberi nilai tresdisi yan sakral, sehingga harus dipenuhi sepenuh hati oleh warga masyarakat dari generasi ke generasi. Ketentuan-ketentuan adat setempat memang masih cukup kuat pengaruhnya terhadap pola-pola kehidupan social budaya masyarakat sehingga pergaulan muda-mudi dan berorietasi kepada norma-norma adat dan agama.(Dep Dik Bud, 1993: 44)

Berikut ini akan diuraikan proses upacara perkawinan adat Betawi di DKI Jakarta Khususnya Cipete selatan.

a. Ngelamar

Ikatan batin antara sepasang muda-mudi yang telah erat terjalin dalam proses ngelancong beberapa waktu yang sudah berlalu. Keadaanyang demikian itu berlanjut dimana sang pemuda memberitahukan kepada pihak orang tuanya, agar orangtuanya pergi melamar (khitbah) gadis idamannya itu. Jadi lamaran atau pinangan dalam masyarakat Betawi dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan (Rifa’I Abu, 1977 : 75)

Pelaksanaan peminangan ini dilakukan berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Namun sebelum kedatangan melamar secara resmi ini, menurut K.H Nuralih Hamim sudah pernah diutus seseorang yang sudah kenal dengan orang tua sigadis. Utusan ini menjajaki apakah memeng pihak gadis dapat menerima lamaran mereka kalau satu saat datang ngelamar.

Pada umunya peristiwa ngelamar sering dilakukan atau dilaksanakan pada hari rabu, di Cipete selatan khususnya ngelamar dilaksanakan pada malam hari menurut beliau para utusan yang datang ini bukan orang tua langsung dari sang pemuda tetapi anggota – anggota kerabatnya. Adapun rombongan pelamar terdiri dari mak comblang yang bertindak selaku juru bicara , dua pasang pria dan wanita setengah baya sebagai utusan yang mewakili orang tua laki-laki yaitu sepasang dari pihak ayah dan sepasang dari pihak ibu. Dulu orang Betawi mengutamakan utusan ini adalah keluarga yang sudah dituakan atau yang memahami masalah –masalah agama, jumlahnya kira-kira 10 orang hingga 15 orang ( wawancara, 15.05 03 ).

Sesuai dengan adat kebisaaan utusan tersebut membawa kelengkapan ngelamar yang disebut bawaan yang terdiri dari :

Sirih lamaran atau sirih embun, ini bawaan pertama dan dan wajib sifatnya. Perlengkapan sirih lamaran terdiri dari : 1). nampan kuningan, kalau sekarang nampan apa saja yang berbentuk bulat lontong atau persegi. 2). Kertas minyak berwarna cerah untuk alas nampan dibentuk berenda-renda. 3). Daun sirih dilipat bulat dan dilipat potongan kertas minyak warna warni. 4). Sirih tampi, yaitu sirih yang telah diisi dengan rempah-rempah untuk nyirih ( kapur,gambir,pinang ). 5). Bunga sampai tujuh rupa. 6). Tembakau tembakau yang sudah di hias berbagai bentuk.

Pisang raja jumlahnya dua sisir. Ujung pisang rajanya dibungkus atau dibuatkan topi dengan warna kuning atau emas dan metalik. Pisang ini pun diletakan diatas nampan seperti yang diatas.

Roti tawar. Roti ini pun diletakan dinampan dan dihias kertas warna warni. Keberadaan roti ini sama halnya dengan pisang raja, artinya mutlak harus dibawa harus di bawa. Dengan pisang, roti ini menjadi pasangan yang orang Betawi sebut roti pisang. Apa makna nya keharusan untuk membawa roti, sampai sekarang belum ada penjelasannya, tengah di upayakan mencari dan menguak historisnya ( yahya andi saputra, 2000 : 36 – 37 ).

Setiap warna merah untuk melengkapi roti tawar itu sendiri.

Uang sembah lamaran, hadiah lainnya berupa baju atu bahan pakaian wanita.

Cincin tanda ikatan, yang akan di pasangkan dijari manis calon none mantu oleh calon mertuanya.

Buah-buahan yang berbentuk parsel ( wawancara, 15.05.03 )

Upacara ngelamar ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti apakah sigadis itu belum ada yang meminangnya, atau juga untuk memastikan apakah orang tua gadis itu merestui dan dapat menerima lamaran mereka. Untuk meyakinkan hal tersebut bisaanya pihak yang meminang bertanya dengan cara berkias. Setelah berdialog dan diterimannya bawaan lamarannya pun diserahkan lalu calon none mantu keluar kehadapan para utusan tersbut. Sigadis harus melakukan sembah takzim dan cium tangan.

Pembicaraan yang dibicarakan pada acara lamaran pada mayarakat Betawi dengan membawa makanan yang sudah matang ala kadarnya. Pada acara bawa tanda putus itu di bicarakan :

Apa cingkrem ( mas kawin / mahar ) yang diminta.

Berapa uang yang diperlukan untuk resepsi pernikahan.

Apa kekudang yang di minta.

Pelangke atau pelangkah kalau ada abang / empok yang dilangkahi.

Berapa lama pesta diselenggarakan.

Berapa perangkat pakaian upacara perkawinan yang digunakan oleh calon none mantu pada acara resepsi.

Siapa dan berapa banyak undangan

Hari baik untuk melaksanakan upacara tersebut. ( Yahya Andi Saputra , 2000 : 42 ).

Setelah semua barang hantaran itu diserahkan oleh calon suami kepada pihak calon istri ketika acara lamaran berlanbsung, pihak calon suami tidak akan pulang dari acara lamaran itu dengan tangan kosong, tetapi nampan-nampan tadi diisi kembali oleh pihak calon istri dengan opor ayam dan nasi ketan dan aneka kue tradisional betawi yang kemudian diserahkan kepada pihak calon suami untuk dibawa pulang. Yang unik dari itu semua adalah keluarga dari calon mempelai wanita memberitahukan kepada para tetangga bahwa anak nya telah dilamar atau dengan dibagikannya aneka kue dan buah tadi kepada para tetangga dekat.

Jarak melamar sampai ijab Qobul didaerah Betawi bisaanya paling lama 6 bulan, atau dipersingkat menjadi 1 bulan. Kalau lebih dari 2 tahun jarak antara ngelamar sampai ijab qobul itu diluar adat Betawi. ( K.H.Nuralih Hamim , wawancara : 15.05.01 ).

b.Masa dipiare.

Massa dipiare adalah masa dimana calon pengantin perempuan tidak boleh berpergian dan tubuhnya dipelihara dan dirawat, dipersiapkan lahir batin,agar mempelai perempuan cantik dan bercahaya ketika duduk dipelaminan. Dalam masa ini calon pengantin putri diharuskan diharuskan memakai baju terbalik ( kain sarung dan kain kebaya longgar ukuran ¾ lengan ) sebagai lambang tolak bala. Balikanya juga dilarang mengganti bajunya. Beberapa pantangan pada massa dipiare, misalnya tidak boleh bercermin, tidak boleh mandi, diharuskan makan minum yang dibakar atau di panggang dengan maksud menghindarkan keringat yang keluar dari tubuhnya.

c. Dimandiin

Apabila masa dipiare telah berakhir, tibalah saatnya memandikan calon mempelai putri. Busana calon mempelai putri busana yang harus di kenakan adalah kain sarung, kebaya berlengan longgar dengan kemben rambut disanggul diatas “ gelung none “ dan dilengkapi dengan selembar kerudung tipis.

Acara mandiin pengantin bisaanya didahului dengan pembacaan doa bagi keselamatan dan keberkahan pengantin. Selesai pembacaan doa, pengantin putri mencium tangan kedua orang tuanya mohon izin dan doa restu kepada kedua orang tuanya untuk melaksanakan persiapan untuk menuju pernikahan esok hari, dengan harapan semoga selama mengarungi hidup berumah tangga tetap berada dalam lindungan dan petunjuk Allah swt. Dengan iringan sholawat Nabi, dipandu oleh “tukang piare” calon pengantin putri selanjutnya menuju tempat pemandian yang sudah di siapkan.

d. ditangas

Selesai dimandikan, calon penganti putri selanjutnya ditanggar, yakni mandi uap dengan ramuan tradisional untuk lebih membersihkan sisa-sisa lulur yang masih tertinggal pada pori-pori disekujur tubuh calon pengantin putri. Tujuan dari kegiatan ini adalah calon pengantin putri tidak terlalu banyak mengeluarkan keringat. Selain itu agar tubuhnya mengeluarkan bau dan aroma yang harum. (LBK, 1774 : 12 ).

Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan tangas adalah :

1.bale palupu, yaitu kursi bamboo yang bagian tengahnya diberi lubang. Bisaa juga digunakan kursi kayu yangbagian tengah tempat duduknya dari anyaman rotan yang berlubang – lubang.

2.kain putih yang lembut dan lebar. Bisaa juga di gunakan tikar pandan yang di balut dengan renda sehingga tampak indah.

3.ramuan rempah – rempah, yang meliputi : dedaunan jeruk purut, irisan daun pandan, akar wangi, daun didalam dan sereh,bunga melati, mawar dan cempaka, atau semua ramuan rempah – rempah ini digodok sampai mendidih dan diletakan dibawah paso balepeupu. Ramuan yang diaduk – aduk agar uap panas / hangat mengeluarkan keringat dalam tubuh calon pengantin. Kembang tujuh rupa (kembang setaman) dan ramu – ramuan dimasak lamanya penggodikan sekitar ¼ jam/ sampai mendidih, lalu dituang kedalam paso. Pengantin duduk di kursi rotan bolong – bolong (bale pelupu), yang dibawahnya diletakan paso yang dberisi air panas, kembang, ramu – ramuan lainnya. Seluruh badan pengantin dikerudungi dengan kain tikar dan atasnya di tutupi dengan kain atau dikelilingi tikar dan atasnya di tutupi dengan kain.

Setelah di tangkas pengantin dikeringkan dan mengenakan kebaya Betawi, selanjutnya diserahkan kepada tukang rias pengantin untuk menjalani upacara cukuran.

Seperti halnya masyarakat yang mempercayai adanya pengaruh dari kekuatan surpra natural, dalam proses dipiare atau di tanggar selalu tersedia seperangkat sesaji yang terdiri dari 5 liter beras, 7 macam kue jajanan pasar, sebutir kelapa yang telah di kuliti, bumbu dapur dan sesisir pisang, bisaanya sesaji ini diserahklan kepada tukang piare sebagai ucapan terima kasih.

e. Dikerik, potong centong dan pakai pacar.

Selesai di tangkas oleh penganti selanjutnya menjalani kegiatan pengerikan, potong centong dan pakai pacar. Kegiatan – kegiatan tersebut merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat di pisahkan karena dilakukan langsung secara terus berurutan (LBK, 1994 : 14 ).

Adapun peralatan yang diperlukan dalam acara ngerik dan potong centung meliputi :

Kain putih berukuran 2 meter

Kembang tujuh rupa ( kembang setaman )

Air putih dalam sebuah cawan, berisikan kembang mawar merah sekuntum dan kembang melati secukupnya.

Pedupaan lengkap dengan bara apinya.

Setangi / gaharu secukupnya.

Pisau cukur dan gunting yang di hias dengan sekuntum mawar merah dan batasan mencukur anak rambutnya.

Tempat sirih lengkap dengan dengan isinya dan sirih tampinnya.

C. Masa Upacara Perkawinan

Serahan.

Aqad nikah didaerah Betawi khususnya kebayoran baru, pada umumnya dilaksanakan setelah shalat jum’at. Alasannya mengapa orang Betawi memilih hari jum’at karena pada hari itu orang Betawi tidak pergi jauh – jauh dari rumahnya, mengingat ada kewajiban shalat jum’at. Dalam kaitannya dengan perkawinan, diharapkan setelah shalat juma’t seluruh kerabat, sanak keluarga, tetangga,dan undangan akan hadir memberian doa selamat kepada pengantin. Ini juga berkaitan dengan ajaran Islam bahwa semakin banyak orang yang mengetahui dan mendoakan, semakin baik bagi pengantin. ( Yahya andi saputa, 2000 : 42 ).

Upacara serahan ini dilakukan di rumah kediaman pihak gadis, dimana ketempat itu pihak laki – laki membawa selain mas kawin juga ditentukan beberapa jenis bawaan yang harus diikut sertakan mengiringi mas kawin pada pelaksanaan akad nikah. Bawaan pengiring itu antara lain :

Sirih nanas lamaran yang melambangkan pernyataan rasa hormat kepada calon besan karena telah meneriama lamaran.

Sirih nanas hiasan yang merupakan pendamping sirih nanas lamaran yang juga merupakan ungkapan rasa gembira.

Mas kawin atau mahar yang ketika dibawa dalam barisan rombongan diapit oleh sirih nanas lamaran dan sirih nanas hiasan.

Miniature masjid yang didalamnya berisi uang belanja sesuai dengan jumlah yang telah dibicarakan sebelumnya. Mesjid dijadikan lambing keteguhan akidah Islamiyah.

Sepasang roti buaya yang jantan nya menggendong seekor buaya kecil ( anak buaya ) dipunggungnya, sebagai lambang telah berakhirnya massa lajang nya seorang laki – laki dengan melaksanakan upacara pernikahan.

Menurut informasi kami dahulu daerah Betawi mas kawin bisa berupa tiket haji atau sebidang tanah dengan menyerahkan sertifikat tanah tersbut sebagi mas kawin. Adapun ditegaskan dalam anjuran Nabi yang menjelaskan bahwa “ berikanlah mas kawin walaupun sebesar cincin besi “ sekarang cincin emas ( K.H. Nuralih , 15 mei 2003 ).

Sie yaitu sebuah kotak kayu persegi empat ( berukuran sekitar 120 cm × 90 cm ) dengan ukuran bergaya cina yang berisi sayur- sayur mentah, ikan asin dan petai yang digantung, dangdang yang dihias dan beberapa butir telur asin yang sudah matang.

Jung atau perahu cina yang isinya berbagai jenis buah – buahan (parsel) sebagai lambing kesiapan pasngan pengantin mempengaruhi gelombang laut kehidupan yan penuh dengan asm garam pahit manis maupun harus dihadapi dengan tegar dan tawakal. Bawaan jung ini sering disbut idam – idaman.

Hadiah pelengkap dapat berupa seperangkat bahan pakaian wanita, selop alat kecantikan dan sebagainya. Bisaanya juga disebut pesalin yaitu kain – kain yang dibuat seperti binatang – binatang seperti ( ayam, kelinci, burung, dan sebagainya ).

Kue penganten bisaanya kue tart dilengkapi sepasang boneka penganten diatasnya. Ini pengaruh belanda/ barat namun telah diadatasi oleh orang Betawi.

Kudangan artinya sesuatu barang atau makanan atau apa saja yang sangat disengai oleh none calon mantu sejak kecil sampai dewasa, yang bisaa di sebut denganjuga hobi. Kekudung dalam masyarakat Betawi tidak pernah dilupakan dan sudah menjadi kebisaaan, walupun yang terpenting atau wajib adalah mas kawin.

Seluruh undangan yang akan berangkat kerumah mempelai wanita terlebih dahulu diadakan mauludan atau tahlilan serta jamuan makan di rumah penganten laki – laki ini. Setelah selesai mauludan ini maka para kerabatnya dan para undangan yang terdiri dari orang – orang tua dan anak – anak muda mulai bersiap – siap untuk berangkat. Dalam iringan rombongan ini orang tua berjalan dibagian depan, sedangkan anak – anak menyusul di belakang. ( RIFAI Abu , 1978 : 79 ).

Semua peralatan itu dibawa oleh pihak calon mempelai laki – laki secara beriringan dan terbuka, sehingga orang – orang apat melihatnya dan mengetahuinya barang – barang apasja yang dibawanya, semakin bnyak barang bawaannya, maka pihak calon mempelai laki – laki akan semakin meningkat pula derajatnya dimata masyarakat. ( Dep dikbud, 1993 : 48 ).

Pada hari pernikahan ini, mempelai pria dia arak menuju mempelai wanita, diiringi dengan kesenian khas Betawi berupa rebana ketimping. Sepanjang perjalanan menuju rumah mempelai wanita, rebana ngarak atau ketimping sebagai pengiring, terus dibunyikan dengan irama khasidahan . ( suharti,1993 : 21 ). Selain diiringi oleh rebana ketimping dalam prosesi adap itu mempelai laki – laki diiringi juga oleh para kerabat dekatnya ,teman – teman , kedua orang tuianya, para tokoh adat dan lain- lain ( Dep dikbud, 1993 : 49 ).

Setibanya dihalaman rumah mempelai wanita , disambut dengan suara petasan yang riuh – rendah sebagai pertanda bahwa para tamu sudah datang ( rifzi Abu , 1978 : 79 ). Ketika hendak masuk rombongan mempelai laki – laki ditahan oleh beberapa orang pihak tuan rumah yang menutup pintu masuk. Maka melompatlah pengiring yang memakai pakaian jagoan guna menghadang rombongan kedua belah pihak. Acara ini disebut membuka palang pintu. Dari kedua juru bucara masing – masing pihak terjadi dialog yang diselingi dengan balas pantun. Isi dialog dan pantun berkisar maksud dan tujuan rombongan diatas.

b. Akad nikah

setelah acara buka palang pintu selesai maka rombongan pengantin laki-laki di persilahkan masuk ke dalam rumah, setelah para tamu duduk dengan tenang, maka mulailah diadakan tahlilan dan mauludan. Lalu acara dilanjutkan untuk melakukan upacara serah-serahan dilanjutkan akad nikah dimana calon mempelai laki-laki disediakan tempat khusus menghadap kiblat berhadapan dengan penghulu sementara mempelai wanita menunggu dikamar pengantin sampai acara ijab qabul selesai. WAWANCARA 16 APRIL 2003

sebelum acara ijab qabul ada sambutan penyerahan serah-serahan

D. Upacara Sesudah Perkawinan

a. Malam negor

Malam berikutnya setelah selesai acar pesta kebesaran (keriaan ) dirumah pengantin perempuan sipengentian laki-laki diizinkan menginap dirumah keluarga pengantin perempuan. Inilah malam pertama Pertemuan dimana pengantin laki-laki diantar lagi kerumah istrinya dengan ditemani oleh teman-temannya. Adapun yang harus dibawa, antara lain:

1. Ayam hidup sepasang

2. Beras lima liter dibungkus dengan pelepah batang pisang yang putih. Bungkusan itu berbentuk botol (kuncup) yang diikit ujungnya, sisa tali pada ujungnya tidak dipotong dan digunakan untuk mengikat sepasang ayam jago.

Kedua bawaan tersebut bisaa disebut dengan kiras. Setibanya didepan rumah istrinya, pengantin laki-laki dan teman-temannya dipersilahkan duduk diruang tamu, tidak lam kemudian pengantin perempuan datang menghampiri pengantin laki-laki dan langsung mencium tangan suamunya itu. Kemudian pengantin perempuan mengajak penganti laki-laki keruang bagian dalam untuk dipertemukan dengan orang tuanya serta kerabat - kerabatnya. Kiras dan ayam jago diterima oleh keluarga perempuan dan dibawa kebelakang/dapur. Inilah tata cara malam negor didaerah Cipete selatan khususnya, karena malam negor dahulu sudah tidak ada lagi didaerah Cipete selatan, dahulu malam negor caranya dengan memberikan uang penegor sampai pengantin perempuan itu esenyum, sebelum pengantin perempuan itu senyum maka pengantin laki-laki terus memberikan uang dibawah taplak meja. Bertahanya siistri pada malam negor itu dapat di tafsirkan sebagai ungkapan harga dirinya bahwa ia bukan perempuan gampangan serta menunjukan harga dirinya dan selama malam negor ini mereka bisa saling mengenal secara lebih dalam lagi dan bisaanya setelah suami berhasil mendapatkan istrinya, maka uang tegor tersebut dikumpulkan oleh pasangan suami istri untuk kebutuhan rumah tangga.

Umumnya malam negor didaerah manapun khususnya didaerah Betawi sama tetapi yang membedakan hanya bawaan untuk malam negor tersebut. Hal ini berlangsung selama beberapa hari .

Ngambil tiga hari

Beberapa hari setelah malam negur selesai, maka ada upaya cara mengambil tiga hari atau acara pulang nganten ini tidak mutlak bahwa setelah tiga hari mereka akan di jemput. Dahulunya memang demikian akan tetapi pada masa menjelang kemerdekaan pulang tiga hari tersebut dapat berlangsung sesuda satu minggu atau lebih ( Dinas kebudayaan DKI Jakarta,1988/1949:30)

Adapun yang dimaksud disini adalah bahwa pengantin perempuan dibawa nginep tiga hari dilingkungan kerabat pengantin laki – laki. Untuk keperluan acara pulang tiga hari tersebut utussan yang bertindak sebagai wakil keluarga pengantin laki – laki akan datang menjemput pengantin perempuan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Keberangkatan pengantin perempuan diantar oleh beberapa orang yang mewakili orang tuanya. Sebelum berangkat kerumah mertuanya diberi wetang bagaimana seharusnya ia berprilaku dirumah suaminya itu nanti. Misalnya ia harus bangun lebih pagi dari mereka yabg berada dirumah mertuanya,dan seterusnya. Adapun yang dibawa oleh pengantin perempuan dodol,wajiq,atau uli dengan nampan yang tenong. Isi dari nampan ini nantinya harus dibagi – bagikan kepada para kerabat pihak laki – laki. Kerabat yang menerima nampan ini, nantinya harus mengembalikan nampan itu dengan mengisi dengan uang. Adapun jumlah nya jumlahnya kira – kira sama dengan nilainya dengan isi nampan itu sendiri setelah penganten perempuan diantarkan kepada orang tuanya, maka kira – kira seminggu kemudian dijemput lagi untuk menadakan pesta di rumah pengantin laki – laki Lazim pasangannya suami istri. Apabila sudah maka orang tua pengantin laki – laki akan berbelanja sayuran mayur untuk nanti diantarkan kepada pihak perempuan. Bahan yang diantarkan nanti akan di kembalikan lagi dalam keadaan sudah matang untuk dibagi – bagikan kepada kerabat pihak pengantin laki – laki. Selain itu ada selamatan yang di sebut plembang yaitu sebagai pertanda kedua pengantin ini sudah selesai berhubungan sebagai suami istri. Pada waktu ini lah semua hiasan dalam rumah itu di buka dan barang – barang yang dipinjam dari kerabat di kembalikan.(rifai abu, 1977/1979 : 82 – 84 , yahya adi saputro , 2000 : 63 – 66 , dinas kebudaya DKI Jakarta , 1988/1989 : 29 – 30 , sunarti ,1993 : 22,wawancara pribadi dengan K.H. Nuralih , 15 maret 2003 ).

( rifai abu , 1977/1978:84,dinas kebudayaan,1988/1989:30,wawancara,kh nuralih : 15 mei 2003 ).

Pesta dirmah pengantin pria

Pesta dirumah penganti laki – laki itu merupakan pesta atau keriaan penutup dari dari keseluruhan upacara perkawinan ini. Pada waktu nya pengantin perempuan akan dibawa kerumah pengantin pria . pengantin perempuan dijemput mateng dan boleh juga dijemput mentah. Maksud dijemput mateng yaitu pengantin perempuan suadah memakai pakaian pengantin lengkap. Adapun pengantin perempuan itu dihias di hiasi dengan pakaian pengantinya, yang meliputi baju kebaya sarung songkat ,selop dengan hak tinggi sserta memakai milikot yang berjumbai. Sedangkan dijemput mentah ,pengantin perempuan belum dirias dan hanya menggunakan busana rias bakal.

Ketika sampai dirumah pengantin laki – laki. Kemudian pengantin perpuan disambut oleh pengantin laki – laki. Kemudian pengantin perempuan langsun sujud dihadapan mertuanya dan berjabat tangan serta mencium tangan kerabat pihak laki – laki itu. Didaerah Cipete utara khususnya pengantin perempuan ditemani oleh janda tua saat pesta dirumah mempelai laki – laki. Alasanya karena sijanda tua tersebut sudah tidak ada beban untuk mengurus suami. Juga penting untuk tman pengantin permpuan yang masih gadis karena takut jauh jodoh. Karena kalao ditemani oleh salah seorang dari pihak pengantin perempuan, pengantin itu tidak merasa malu ditaman karena semua tamu undangan dari pihak laki – laki. ( wawancara ).

BAB IV

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PERKAWINAN ADAT BETAWI DI CIPETE SELATAN Kec CILANDAK

A.Kondisi Obyektif Kelurahan Cipete Selatan.

1.Letak geografis kelurahan Cipete selatan.

Kelurahan Cipete selatan, kecamatan cilandak, kota madya Jakarta selatan, adalah sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan kelurahan cipete utara.

Berdasarkan Undang – undang nomor 5 Tahun 1979 tentang pokok – pokok pemerintahan desa; undang – undang nomor 11 tahun 1990 tentang susunan pemerintah daerah khusus ibu kota Negara RI Jakarta ; keputusan geburnur KDKI Jakarta Nomor 765 tahun 1981 tentang pedoman penyusunan system laporan catur wulan tiap unit dalam lingkungan pemerintahan DKI Jakarta ; keputusan Nomor 22439 tahun 1985 tentang petunjuk pelaksanaan Pembinaan dan pelaporan kegiatan pemerintah kelurahan DKI Jakarta.

a. Sebelah utara : berbatasan dengan kelurahan Cipete utara, kecamatan kebayoran baru, kotamadya Jakarta

b. sebelah timur : berbatasan dengan kelurahan cilandak timur, kecamatan pasar minggu, kotamadya Jakarta selatan.

c. Sebelah selatan berbatasan : dengan kelurahan cilandak barat, kecamatan cilandak, kotamadya Jakarta selatan.

d. Sebelah barat : berbatasan dengan kelurahan gandaria selatan, kecamatan cilandak, kecamatan Jakarta selatan.

Cipete selatan mempunyai luas 232,23 Ha, dibagi menjadi 7 Rw dan 7 Rt berdasarkan surat keputusan gubernur KDKI Jakarta No

2.Keadaan Demografis Cipte Selatan

Bahwa pada dasarnya betuk pemerintahan kelurahan atau desa telaah di atur dengan bentuk perundang – undangan yang tertuang Dallam undang – undang No 5 tahun 1997 tentang pemerintahan desa dan sebagai penjabaran dari undang – undang tersebut terutama dalam bidang tata kerja pemerintahan didaerah khusus ibukota Jakarta telah di atur dalam bentuk peraturan daerah Nomor 6 tahun 1983.

Wilayah Cipete selatan sama halnya dengan wilayah – wilayah lainnya diwilayah dki Jakarta, khususnya wilayah kota madya Jakarta selatan yang sebagian besar sebagai permukiman, sehingga tidak heran apabila tiap tahun jumlah penduduk Cipete selatan bertambah, dan pembangunan fisik pun terus berkembangan mengikuti arus perkembangan.

Kwalitas penduduk Cipete selatan, termasuk kelurahan yang populasinya cepat, sehingga jumlah penduduknya meningkat. Menurut data yang ada jumlah penduduk Cipete selatan adalah 20.842 jiwa. Terdiri dari laki – laki 10077 jiwa dan wanita 10.748 jiwa

Adapun mata pencaharian penduduk Cipete pada umumnya sebagai swasta dan pensiunan, ojek merupakan suatu jenis mata pencaharian penduduk yang terbaru, dan keberadaan ojek itu sendiri bermula sejak dihapuskannya becak pada tahun 1990. Keberadaan ojek terus bertambah karena sangat diperluakan bagi masyarakat menengah kebawah.

Untuk melihat berbagai mata pencaharian penduduk Cipete selatan dapat dilihat melalui table berikut ini :

Tabel.1

JUMLAH PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN

No


JENIS MATA PENCAHARIAN


JUMLAH

1


PEGAWAI NEGRI


2584

2


SWATA


6238

3


BURUH


727

4


PENSIUNAN


3962

5


ABRI


562

6


LAIN – LAIN


2918

7


PENGANGGURAN


3824

JUMLAH


20816

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Cipete Selatan 2003

3.Keadaan Sosiologis Cipete Selatan.

Bidang Pendidikan

Warga Cipete selatan, untuk usia diatas 55 tahun pada umumnya berpendidikan sekolah dasar, sedangkan bagi penduduk yang berusia dibawah 55 tahun mayoritas berpendidikan SLTP, SLTA, bahkan lulusan dari perguruan tinggi semakin banyak.

Adapun sarana pendidikan yang ada di wilayah Cipete selatan baik yang bersifat pendidkan umum maupun pendidikan agama dari segi kwantitas sangat memadai. Hal ini dilakukan pemerintahan maupun swasta untuk memberikan pelayanan pendidikan diwilayah Cipete selatan dengan sebaik – baiknya. Untuk lebih jelasnya dapar dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 2

Jumlah Sarana Pendidikan Di Cipete Selatan.

NO


SARANA PENDIDIKAN


JUMLAH

1


Taman Kanak – Kanak


10

2


Sekolah Dasar


8

3


SLTP / Sederajat


2

4


SLTA / Sederajat


2

5


Perguruan Tinggi


0

JUMLAH


22

Sumber data : Laporan Tahunan Cipete Selatan 2004

Bidang Keagamaan

Kehidupan beragama Cipete selatan cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah terjadi benturan – benturan bersifat keagamaan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya usaha – usaha pemerintahan kelurahan Cipete selatan dalam bidang keagamaan, yaitu :

pemantapan dalam kegiata – kegiatan masjid ta’lim yang ada di Rt dan di Rw.

Memberikan penyuluhan antara umat beragama dan kerukunan antar umat beragama yang ada dilingkungan tempat tinggal atau keluarga, serta kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

Memberikan pengarahan tentang pentingnya pembangunan dibidang spiritual dalam mensukseskan pembangunan.

Keberadaan sarana ibadah mutlak di butuhkan ditengah masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk didalamnya maysyarakat Cipete selatan. Untuk menjelaskan banyak nya sarana tempat peribadatan yang ada di sipete selatan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

TABEL.3

Jumlah sarana peribadatan di Cipete selatan

No


Sarana Peribadatan


Jumlah


Keterangan

1


Masjid


11


HKGB

2


Musholla


19

3


Gereja


1

4


Majlis Taklim


29

Jumlah


60



Sumber data : laporan tahunan kelurahan Cipete selatan 2003

Bangunan fisik sarana peribadatan baik masjid, musholla, gereja sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat yang akan menjalankan aktifitas keagamaannya seperti sholat yang waktunya ditentukan, pengajian, misa, dan bentuk peribadatan lainnya.

Melihat data sarana keagamaan tersebut, menunjukan bahwa mayoritas penduduk Cipete selatan adalah agama Islam dan sebaliknya menganut agama – agama lain lebih sedikit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

TABEL. 4

JUMLAH PENDUDUK PENGANUT AGAMA DI CIPETE SELATAN

NO


JENIS AGAMA


JUMLAH

1


Islam


17.727

2


Khatolik


1.165

3


Protestan


1.415

4


Hindu


104

5


Budha


395

JUMLAH


19.806

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Cipete Selatan

Dalam kehidupan beragama mayoritas dari penduduk sangat patuh melaksanakan ajaran agamanya seperti melaksanakan sholat lima waktu, menjalankan puasa dan hasrat untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci sangat besar.

Upacara – upacara pengalaman keagamaan yang berkaitan dengan adat terus dilaksanakan seperti dalam upacara perkawinan, acara kematian, acara pembangunan rumah dan lain sebagainya. Kehidupan keagamaan yang sudah berjalan dengan baik itu mendorong masyarakat itu hidup rukun dan damai sehingga dengan demikian sifat gotong royong sudah menjadi adat kebisaaan masyarakat.

Masyarakat Cipete selatan membukakan wilayah yang bisa bertahan dari pengaruh kebudayaan dari luar daerah sebab masyarakat Cipete sangat memegang prinsip adat yang merupakan ciri khas masyarakat Betawi

B. Pengertian Kudangan, Uang Sembah, Roti Buaya, Malam Negor

1. Kudangan

Kudangan adalah suatu ucapan atau janji orang tua wanita terhadap anaknya (mempelai wanita) ketika wanita tersebut masih kecil, untuk memberikan sesuatu (bisaanya bentuk benda) kepadanya apabila ia ada untung jodoh (kawin) nanti. sesuatu barang, makanan, atau apa saja yang sangat disenagi oleh mempelai wanita sejak kecil sampai dewasa. (wawancara pribadi, K.H Nur’ali Hamim, tokoh masyarakat, 16 April 2004).

Contoh dulu di Cipete ada calon mempelai wanita sangat menyukai pecak ikan gurame bumbu pucung, tanpa ikan ini dia tidak akan makan sampai kapanpun, maka itulah yang dibawa sebagai kudangan. Atau ketika pada waktu masih kecil calon mempelai wanita menginginkan sesuatu barang,atau makanan yang tidak kesampaian maka orang tuanya, apabila ada untung jodohnya ia akan minta kudangan yang diinginkn anaknya.

Dalam masyarakat Betawi kudangan tidak pernah terlupakan dan sudah menjadi kebisaaan, walaupun yang terpenting atau wajib adalah mahar atau mas kawin.(wawancara pribadi, K.H Nur’ali Hamim). Yang dimaksud pemberian kudangan adalah suatu pelengkap dari upacara adat Betawi yang dilaksanakan oleh masyarakat Cipete.Adapun bisaanya kudangan tersebet bisaanya di letakkan diatas sie (gotongan/ kayu yang dibenuk seperti perahu atau keranjang yang berbentuk persegi panjang). Kudangan tersebut dihias dengan bendera berwarna-warni.Didaerah Cipete bisaanya dalam kudangan itu bukan hanya berisi permintaan dari orang tua mempelai wanita, tetapi ada yang lainya diantaranya:

-Dandang

-Kenceng yang didalam nya ditaruh dodo sampai penuh

- ikan gabus kering

- Petai

- Telor asin

- Pisang goreng

- Telor terubuk

- Kudanganyang khusus diminta

- Uli dan wajik

- Kain pepesing sebagai penutup kudangan

Khusus dalam pemberian kudangan setelah penulis mengadakan wawancara dari beberapa masyrakat cipete selatan dan toko masyarakat ada yang memberatkan, dan ada juga yang tidak memberatkan dan itu semua tergantung mereka yang melaksanakan perkawinan,.bagi yang mampu pemberian kudangan diberikan lengkap sepetri yang diatas, tetapi yang ekonominya sederhana pemberian kudangan hanya sebatas yang diminta saja oleh orangtua mempelai wanita. Dan kebiasaan pemberian tersebut sampai sekarang ini masih tetap berlaku dan dilaksanaka oleh masyarakat cipete selatan.

Dilihat dari segi hukum Islam, maka pemberian kudangan tersebut merupakan pemberian mempelai laki-laki sebagai mana agama mewajibkan, olh karna dengan adanya ikatan perkawinan yang sah itu seorang istri menjadi terikat semata-mata kepada suami, dan bertahan sebagai miliknya karena dia berhak menikmatinya secara terus menerus. Istri wajib taat kepada suwaminya , tinggal dirumahnya, mengatur rumah tangganya, memelihara dan mendidik anak-anaknya. Sebaliknya bagi swami bekewajiban memenuhi kebutuhannya dan memberi nafkah kepadanya, selama ikatan suami istri masih berjalan dan tidak durhaka meminta kebutuhan hidup rumah tangga .

Hal ini berdasarkan kepada kaedah umum ” Setiap orang yang menahan hak orang lain atau kemanfaatannya, maka ia bertanggung jawab membelanjainya”.

Syarat bagi perempuan berhak menerima belanja adalah sebagai berikut :

1. Ikatan perkawinan yang sah

2. menyerahkan dirinya kepada suaminya

3. suaminya dapat menikmati dirinya

4. tidak menolak apabila diajak pindah ketempat yang dikehendaki suaminya.

5. kedua-duany dapat saling menikmati.

Jika salah satu dari syarat-syarat tidak dipenuhi maka ia tidak wajib bideri nafkah atau belanja, karena jika ikatan perkawinan tidak sah bahkan batal, maka suami istri tersebut diceraikan, guna mencegah timbulnya bencana yang tidak di kehendaki.

Oleh karena itu pemberian kudangan dalam hukum Islam merupakan pemberian mempelai laki-laki kepada mempelai wanita, maka hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.

2. Roti buaya

Masyarakat Betawi umunyanya dan masyarakat Cipete khususnya mempunyai keunikan tersendiri dalam pelaksanaan perkawinan yakni adanya pemberian roti buaya dan uang sembah. Yang dimaksud pemberian roti buaya yaitu, pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, roti buaya itu terdiri dari roti buaya betina dan roti buaya jantan yang diletakkan diatas papan berukuran 0,5 m x 1m.

Roti buaya tersebut melambangkan ketika kedua mempelai mengarungi kehidupan bahtera rumah tangga, katanya mereka akan setia, saling mengasihi, saling menyayangi. Konon katanya buaya tidak pernah mempunyai pasangan lebih dari satu, dalam mencari rizki murah atau gampang itu hanya lambing, (wawancara pribadi, H. Sobari, Petugas kelurahan, 16 April 2004)

3.Uang sembah .

serahan ini diberikan oleh orang tua menprlai laki-laki kepada mempelai wanita setelah acara lamaran dilaksanakan. Kebiasaan yang dijalankan setelah lamaran adalh acara sungkem kedua mempelai kepada masing-masung orang tua dan kemudian istri melanjutkan sungkem kepada suaminya dengan cara mencium tangan suami tanda hormat dan kasih. Lalu orang tiua mempelai laki-laki menerima calon mempelai wanita dengan cara memberi uang ala kadarnya ( biasanya Rp 100.000 sampai Rp 300.000). Yang disebut uang sembah sebagai ungkapan orang tua mempelai laki-laki menerima pilihan anaknya.

4. Ayam Kiras

ayam kiras seserahan yang diberikan mempelai laki-laki setelah acara pesta perkawinan, biasanya pada malam hari kedua setelah pesta perkawinan, mempelai laki-laki diharuskan membawa ayam hidup sepasang, beras lima liter dibungkus dengan pelepah batang pisang yang putih. bungkusan itu berbentuk botol (kuncup) yang diikat pada ujungnya, sisa tali pada ujungnya tidak dipotong dan digunakan untuk mengikat sepasang ayam jago tersebut.

maksud dari pemberian ayam jago sepasang agar ayam tersebut dipelihara oleh keluaga mempelai wanita untuk dekembang biakkan.sedangkan beras lima liter sebagai simbol agar kedua mempelai dalam menjalani kehidupan rumah tangga mendapat rizki yang berlimpah

Tujuan pemberian kudangan, roti buaya, uang sembah adalah:

1. Sebagai symbol dari pihak laki-laki agar mereka merasa bertanggung jawab tehadap istrinya dalam membina rumah tangganya

2. Supaya dianggap sah sebagai putra asli yang senantiasa menjunjung tinggi dan melaksanakan adat Betawi

3. Supaya diketahui oleh masyarakat setempat khususnya dan umunya oleh masyarakat luas, bahwa mereka masih tetap konsisten terhadap masyarakat Betawi

4. Acara pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, semata-mata merupakan kebisaaan masyarakat dan ini apabila dihubungkan dengan hukum Islam tidak bertentangan.

Didalam pemberian , uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor, setelah penulis melakukan wawancara itu merupakan suatu ciri has atau tradisi dari perkawinan betawi yang tidak boleh di lupakan (ditinggalkan). yang merupakan pembeda dari perkawinan suku adat (budaya) lain.

C. Dampak Positif Dan Negatif Dari Pemberian Kudangan, Roti Buaya, Uang Sembah, Ayam Kiras Pada Malam Negor

Dalam upcara perkawinan betawi pemberian kudangan, roti buaya, uang sembah, ayam kiras pada malam negor mempunyai dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan antara lain.

Adapun dampak positifnya adalah :

1. adanya usaha untuk melestarikan kebudayaan hasil cipta leluhurnya sehingga dengan upayaitu dapat mencermiankan rasa hormat dan menghargai budaya adat Betawi.

2. disebabkab nilai budaya turun menurun, masyarakat dapat menjaga bentu masyarakat yang guyub yang penuh rasa kekeluargaan.

3. dengan pemberian acara kudangan dari pihak laki – laki kepada pihak perempuan, maka berarti yang laki – laki dapat memberikan permintaan piha perempuan dimana kedua belah pihak sudah bermusyawarah.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari pembrian kudangan, roti buaya, uang sembah, ayam kiras pada malam negor adalah :

1. adanya tatacara yang memberatkan kepada calon pengantin laki – laki, sebab harus mengeluarkan biaya banyak untuk memenuhi kebutuhan adat, hal ini dapat mengahmbat perjalanan pernikahan.

2. mendatangkan kehidupan yang bid’ah, dalam pengertian mengadakan penambahan dalam ibadah dengan tidak ada perintah dan dalilnya yang jelas.

3. menimbulkan uasaha yang dapat menimbulkan mempersulit diri yang bertentangan dengan syari’at hukum Islam.

4. dapat mnimbulkan suatu pemandangan yang kolot dan tidak adanya kesepakatan untuk dapat berpandangan luas.

D. Prespektif Hukum Islam Terhadap Pemberian Kudangan, Uang Sembah, Roti Buya, Mengadakan Malam Negor.

Syari’at Islam adalah syari’at yang sempurna, perbuatan yang timbul yang berkaitan dengan hukum adat bisanya dilandasi dengan kesadaran hati. Bahwa pelaksanakan pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor tersebut adalah boeh dan tidak menyimpang dari syari’at Islam dengan pertimbangan sebagai berikut :

Dalam ilmu ushul fiqh ada suatu kaidah yang menyebutkan العادة محكمة , bahwa adat kebisaaan itu dapat ditetapkan sebagai hukun.

Dalam membina hukum fiqh, para imam mazhab banyak sekali memperhatikan adat istiadat (‘urf setempat) Imam malik misalnya dalam membina mazhabnya lebih menitik beratkan kepada amaliyah ulama fiqh madinah ‘ (muchtar yahya dan fatur rahman, dasar – dasar pembinaan hukum fiqh Islam, (Jakarta : bulan bintang, 1986), h 518 sebab syari’at Islam banyak yang dilandaskan menetapkan hukum atas urf atau adat masyarakat itu seperti mewajibkan diat atas orang yang sudah berakal, mengietibarkan kafa’ah dalam masalah perkawinan dan lain sebagainya (hasbi assidhiqie, falsafah hukum Islam, Jakarta : bulan bintang, 1986, ), h 45

Atas dasar itu lah bahwa ada kebisaaan yang berlaku dimasyarakat yang tidak melanggar kepada ketentuan syari’at Islam dapt di jadikan suatu pertimbangan sebagai sumber pengembalian hukum.

Dalam hal ini tidak sedikit masalah – masalah fiqhiyah yang bersumber dar adat kebisaaan yang beraku pada masyarakat tertentu terlebih – lebih syari’at hanya menetukan suatu ketentuan secara mutlak tanpa pembatasan dari segi nash itu sendiri maupun dari segi bahasa :

كل ما ورد به الشرع مطلقا ولا منايط له فيه ولا اللغة يرجع فيه إلى العرق

Artinya : setiap ketentuan yang dikeluarkan oleh syara’ secara mutlak tidak ada pembatasan dalam syara’ ataupun dari segi bahasa maka dikembalikan kepada urf atau adat istadat

Kalau kita lihat dari segi pemecahannya bahwa adat istiadat ( urf ) itu dibagi dua : adat istiadat yang shahih dan adat istiadat yang fasid yaitu segala sesuatu yang suadah dikenal oleh manusia, tetapi berlawanan dengan hukun syara’ ( abdul wahab khalaf, ilmu ushul fiqh), Jakarta, : majelis Al A’la, 1972 ), h 89

Pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor merupakan permintaan orang tua dari mempelai wanita ( kudangan ) yang merupakan ciri khas dalam perkawinan masyarakat Betawi, jika dilihat dari berlangsungnya dari acara tersebut didalamnya tidak ada tindakan atau unsur yang mengharamkan sesuatu yang halal atau pun menghalalkan sesuatu yang haram. Sebagaimana kita maklumi bahwa akad pernikahan dimaksudkan untuk mencari kehidupan bersama dan mencari keturunan menurut cara yang di ridhai oleh allah, maka dari itu suatu akad perkawinan antara seorang laki – laki dengan seorang wanita dibolehkan mengadakan syarat – syarat yang telah disepakati bersama dan menjadi keinginan masing – masing sepanjang syarat – syarat tersebut tidak mnyalahi maksud perkawinan ( zahry Hamid, pokok - pokok hukum perkawinan Islam dan undang – undang perkawinan di Indonesia, ( Yogyakarta : bina cipta, 1978 ), h 45, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan oleh muslim dan sahal :

عن سهل بن سعد الساعدى رضي الله عنه قال : جاءت امرأة الى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله جئت اهب لك نفسى فنظر اليها رسول الله صلى الله عليه وسلم فصعد النظر فيها وصوبه ثم طأطأ رسول الله صلى الله عليه وسلم رأسه فلما رأت مرأة انه لم يقض فيها شيئا جلست. فقام رجل من اصحابه. فقال : يا رسول الله ان لم تكفى لك بها حاجة فزوجنيها قال: فهل عندك من شيئ؟ فقال لا، والله يا رسول اللهفقال اذهب الى اهلك فاظر هل تجد شيئا؟ فذهب ثم رجع فقال لا والله، ما وجدت شيئا، فقال رسول الله صل ىالله عليه وسلم انظروا لو خاتما من حديد، فذهب ثم رجع فقال : لا والله يا رسول الله ولا خاتما من حديد ولكن هذا ازارى قال سهل : ماله رداء فلها نصفه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما تصنع بإزارك؟ ان لبسته لم يكف عليها منه سيئ. وان لبسته لم يكف عليك منه سيئ فجلس الرجل حتى اذا طال مجلسة قام اقراه رسول الله صلى الله عليه وسلم موليا. فأمر به فدعى به، فلما جاء. قال ماذا معك من القرآن قال : معى سورة كذى وسورة كذى عددها فقال تقرؤهن عن ظهرك فلبك؟ قال نعم ، قال اذهب ملكتكها بما معك من القرآن (متفق عليه

Artinya : dari sahal bin sa’ad Al – Sya’ady R.A berkata telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah S.A.W ia berkata : ya rasulullah aku datang menyerahkan diriku padamu, kemudian rasul melihat dengan penuh selidik dari atas sampai bawah rosul menundukan kepalanya. Perempuan itu melihat bahwa rosul tidak tertari padanya maka duduklah ia. Seorang laki – laki dari sahabat berkata : ya rasulullah, jika tidak membutuhkannya kawinkanlah aku dengannya. Lalu Nabi bertanya; apakah engkau punya sesuatu ? demi allah aku tidak mempunyai apa – apa jawabnya. Nabi berkata : pergilah kepada keluargamu. Lalu ia pergi dan kemudian datang lagi, ia berkata : ya rasulullah saya tidak menemukan apa – apa, Nabi bersabda : carilah walaupun hanya cincin dari besi. Lalu ia pergi dan kembali lagi seraya. Demi allah aku tidak mendapatkan sesuatu meskipun cicin dari besi, tetapi saya mempunyai kain ini. Sa’al bin sa’ad berkata : laki – laki tersebut memberikan separuh dari selndangnyakepada perempuan itu. Kemudian rasulullah berkata : apa yang kamu perbuat dengan kain itu jika kamu pakai kain itu tentu perempuan itu tidak mempunyai apa – apa, begitu pula jika kamu memberikan kain itu, apa yang kamu pakai ? kemudian duduk laki – laki dengan lamanya. Ketika itu ia berdiri, lalu ia menghadap Nabi dan Nabi berkata : apa yang kamu hafal dari Al – Qur’an ? ia menjawab surat ini dan surat itu ( sambil menghitungnya ) lalu Nabi bersabda : ( ajarkanlah ) hapalanmu kepada permpuan itu. Ia menjawab : ya Nabi berkata lagi : pergilah ( bawalah ) perempuan itu karena kamu telah memilikinya ( menikahinya ) dengan hafalan AL – Qur’an itu.

Hadis tersebut menunjukan bahwa seseorang yang akan melangsungkan pernikahan harus di permudah. Dalam kaitannya dengan pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor pada perkawinan adat Betawi, sebagai mana penulis ungkapkan di atas bahwa kita harus melihat manfaat dan mudharatnya, sebab kaidah ushul fiqh menyebutkan :

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya : menolak kerusakan harus didahulukan daripada kemaslahatan.

Kemaslahatannya bahwa pemberian kudangan, uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor ini merupakan suatu acara yang dapat menghidupkan upacara perkawinan didaerah Cipete, dengan adanya hal tersebut perkawinan di Jakarta lebih meriah. Dalam ajran Islam kita dibolehkan untuk memeriahkan acara perkawinan yaitu dengan mengadakan acara walimah, yakni acara makan-makan dalam suatu acara perkawinan (Sayyid Sabiq, op. Cit, h201). Sebagaimana sabda Nabi:

اولم ولو نشاة

Untuk memeriahkan acara tersebut, kita disunnahkan mengumumkan di mesjid, seperti hari jum’at. Boleh pula menurut adat setempat. Sebab tiap-tiap masyarakat mempunyai adtnya sendiri-sendiri.

Adapun segi mudharatnya, jika mempelai wanita mendapat jodoh laki-laki yang tidak mampu atau tidak dapat memenuhi permintaan orang tua mempelai wanita (kudangan),dan tidak dapat memberikan uang sembah, roti buaya, ayam kiras pada malam negor, dalam hal ini perbuatan itu bertentangan dengan hukum Islam, sebab syari’at melarang pemberian dalam perkawinan secara berlebihan.

Related Posts by Categories



Category: |
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: